mantiq-sullamul munauroq

makalah fiqih,tafsir, hadis dll

Rabu, 29 Agustus 2018

Dirangkul Anak Kecil ketika Shalat Jum’at

Dirangkul Anak Kecil ketika Shalat Jum’at
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto

Di beberapa daerah, sering kita menjumpai orang pergi shalat jum’at dengan mengajak anak kecil. Mereka bertujuan untuk memberi pembelajaran terhadap anak tersebut agar terbiasa dengan amaliyah-amaliyah diniyah ataupun dengan alasan lainnya.
Namun hal ini perlu mendapat perhatian yang serius, karena didalamnya mengandung kemungkinan akan mengganggu keabsahan shalat jum’at bagi dirinya sendiri atau bahkan orang lain di sekitarnya.
Hal yang sering terjadi adalah ketika seseorang sedang mengerjakan shalat, tiba-tiba anak kecil tersebut merangkulnya dari belakang. Dalam menyikapi hal ini, yang perlu diperhatikan adalah status anak kecil tersebut dalam pandangan fiqih.
Anak kecil (laki-laki) yang belum di-khitan apabila seusai kencing, seharusnya Qulfah-nya (kuncup/kucur jw.) harus  turut serta disucikan, karena walaupun tampak tertutup, bagian dalam qulfah merupakan anggota dzohir yang wajib disucikan.[1]
(قَوْلُهُ وَمَا تَحْتَ قُلْفَةٍ) اَيْ وَحَتَّى مَا تَحْتَ قُلْفَةٍ اِلَى اَنْ قَالَ وَاِنَّمَا وَجَبَ غَسْلُهُ لأَنَّهُ ظَاهِرٌ حُكْمًا وَإِنْ لَمْ يَظْهُرْ حِسًّا لأَنَّهَا مُسْتَحَقَّةُ الإِزَالَةِ
Sehingga dalam hal ini para ulama’ memerinci jawaban dari kasus tersebut sebagai berikut :
1.       Batal, apabila anak kecil tersebut membawa najis
قَوْلُهُ: (وَلَوْ حَمَلَ مُسْتَجْمَرًا بَطَلَتْ) وَكَذَا لَوْ حَمَلَ حَامِلَهُ وَكَالْحَمْلِ الْقَابِضِ عَلَى ثَوْبِهِ أَوْ يَدِهِ أَوْ عَكْسِهِ وَكَالْمُسْتَجْمَرِ كُلُّ ذِي نَجَاسَةٍ، وَلَوْ مَعْفُوًّا عَنْهَا، كَحَيَوَانٍ مُتَنَجِّسِ الْمَنْفَذِ وَصَبِيٍّ بِثَوْبِهِ، أَوْ بَدَنِهِ نَجَسٌ
Jika orang yang shalat menggendong orang  yang bersuci menggunakan selain air (peper), maka shalatnya batal. Demikian juga batal shalatnya orang yang menggendong orang yang peper. Demikian juga memegang baju atau tangannya orang yang peper seperti orang yang peper yaitu yang menanggung najis, misalnya hewan yang duburnya terkena najis dan anak kecil yang bajunya atau badannya terkena najis.[2]
2.       Boleh dan tetap sah shalatnya, apabila meyakini bahwa anak tersebut tidak terkena (membawa) najis atau tidak diketahui kenajisannya.
وَلَوْ تَعَلَّقَ بِالْمُصَلِّى صَبِىٌّ أَوْ هِرَّةٌ لَمْ يُعْلَمْ نَجَاسَةُ مُنْفَذِهِمَا لاَ تَبْطُلُ صَلاَتُهُ لأَنَّ هَذَا مِمَّا تَعَارَضَ فِيْهِ الأَصْلُ وَالْغَالِبُ إِذِ الأَصْلُ الطَّهَارَةُ وَالْغَالِبُ النَّجَاسَةُ فَيُقَدَّمُ الأَصْلُ
Apabila ada seorang anak kecil atau kucing bergantungan pada musholli (orang yang shalat) dan tidak diketahui kenajisannya maka tidak batal shalatnya karena hal ini termasuk dari sesuatu pertentangan antara hukum asal dan keumuman. Karena hukum asalnya adalah suci, sekalipun umumnya adalah najis, maka yang dahulukan adalah hukum asal.[3]

Melihat penjelasan dalil-dalil tersebut, termasuk dalam pengertian merangkul adalah mengendong, mengikat, memegang, memangku, menarik-narik baju atau tangan orang yang sedang shalat atau sebaliknya. Melihat kenyataan yang ada, jarang sekali orang memperhatikan masalah najisnya bagian dalam qulfah anak laki-laki yang belum khitan. Sehingga tradisi mengajak anak kecil yang belum khitan (atau anak perempuan dalam keadaan menanggung najis) kurang mendapat perhatian yang serius, walaupun disisi  lain hal ini merupakan sesuatu yang baik dan sebagai pembelajaran untuk anak agar lebih mengenal Islam sejak dini.
Oleh karena itu penulis menyarankan sebaiknya anak kecil yang belum khitan (atau anak perempuan dalam keadaan menanggung najis) tidak diajak ke masjid atau musholla untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan tersebut. Sehingga apabila tradisi mengajak anak kecil ini sulit dihindari sebaiknya anak kecil tersebut tidak diajak masuk ke dalam masjid agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan tersebut.


[1] Lihat : I’anatuth tholibin juz 1 hal. 75
[2] Lihat : Hasyiyatan ‘ala Minhaj at-Thalibin  juz 1  hal. 183
[3] Lihat : Tausyih ‘ala Ibn Qasim  hal. 53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar