Dirangkul Anak Kecil ketika Shalat Jum’at
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto
Di beberapa daerah, sering kita menjumpai orang pergi shalat jum’at
dengan mengajak anak kecil. Mereka bertujuan untuk memberi pembelajaran
terhadap anak tersebut agar terbiasa dengan amaliyah-amaliyah diniyah ataupun
dengan alasan lainnya.
Namun hal ini perlu mendapat perhatian yang serius, karena didalamnya
mengandung kemungkinan akan mengganggu keabsahan shalat jum’at bagi dirinya
sendiri atau bahkan orang lain di sekitarnya.
Hal yang sering terjadi adalah ketika seseorang sedang mengerjakan
shalat, tiba-tiba anak kecil tersebut merangkulnya dari belakang. Dalam menyikapi
hal ini, yang perlu diperhatikan adalah status anak kecil tersebut dalam
pandangan fiqih.
Anak kecil
(laki-laki) yang belum di-khitan apabila seusai kencing, seharusnya Qulfah-nya (kuncup/kucur
jw.) harus turut serta disucikan,
karena walaupun tampak tertutup, bagian dalam qulfah merupakan anggota
dzohir yang wajib disucikan.[1]
(قَوْلُهُ وَمَا تَحْتَ قُلْفَةٍ) اَيْ
وَحَتَّى مَا تَحْتَ قُلْفَةٍ اِلَى اَنْ قَالَ وَاِنَّمَا وَجَبَ غَسْلُهُ
لأَنَّهُ ظَاهِرٌ حُكْمًا وَإِنْ لَمْ يَظْهُرْ حِسًّا لأَنَّهَا مُسْتَحَقَّةُ
الإِزَالَةِ
Sehingga dalam hal ini para ulama’ memerinci jawaban dari kasus tersebut
sebagai berikut :
1.
Batal, apabila anak kecil tersebut membawa najis
قَوْلُهُ: (وَلَوْ حَمَلَ مُسْتَجْمَرًا
بَطَلَتْ) وَكَذَا لَوْ حَمَلَ حَامِلَهُ وَكَالْحَمْلِ الْقَابِضِ عَلَى ثَوْبِهِ
أَوْ يَدِهِ أَوْ عَكْسِهِ وَكَالْمُسْتَجْمَرِ كُلُّ ذِي نَجَاسَةٍ، وَلَوْ
مَعْفُوًّا عَنْهَا، كَحَيَوَانٍ مُتَنَجِّسِ الْمَنْفَذِ وَصَبِيٍّ بِثَوْبِهِ،
أَوْ بَدَنِهِ نَجَسٌ
Jika orang yang shalat menggendong orang yang bersuci menggunakan
selain air (peper), maka shalatnya batal. Demikian juga batal shalatnya orang
yang menggendong orang yang peper. Demikian juga memegang baju atau tangannya
orang yang peper seperti orang yang peper yaitu yang menanggung najis, misalnya
hewan yang duburnya terkena najis dan anak kecil yang bajunya atau badannya
terkena najis.[2]
2.
Boleh dan
tetap sah shalatnya, apabila meyakini bahwa anak tersebut tidak
terkena (membawa) najis atau tidak diketahui kenajisannya.
وَلَوْ تَعَلَّقَ بِالْمُصَلِّى صَبِىٌّ
أَوْ هِرَّةٌ لَمْ يُعْلَمْ نَجَاسَةُ مُنْفَذِهِمَا لاَ تَبْطُلُ صَلاَتُهُ
لأَنَّ هَذَا مِمَّا تَعَارَضَ فِيْهِ الأَصْلُ وَالْغَالِبُ إِذِ الأَصْلُ
الطَّهَارَةُ وَالْغَالِبُ النَّجَاسَةُ فَيُقَدَّمُ الأَصْلُ
Apabila ada seorang anak kecil atau kucing bergantungan pada musholli
(orang yang shalat) dan tidak diketahui kenajisannya maka tidak batal shalatnya
karena hal ini termasuk dari sesuatu pertentangan antara hukum asal dan
keumuman. Karena hukum asalnya adalah suci, sekalipun umumnya adalah najis,
maka yang dahulukan adalah hukum asal.[3]
Melihat penjelasan dalil-dalil tersebut, termasuk dalam pengertian
merangkul adalah mengendong, mengikat, memegang,
memangku, menarik-narik baju atau tangan orang yang sedang
shalat atau sebaliknya. Melihat kenyataan yang ada, jarang sekali orang
memperhatikan masalah najisnya bagian dalam qulfah anak laki-laki yang
belum khitan. Sehingga tradisi mengajak anak kecil yang belum khitan
(atau anak perempuan dalam keadaan menanggung najis) kurang mendapat perhatian
yang serius, walaupun disisi lain hal
ini merupakan sesuatu yang baik dan sebagai pembelajaran untuk anak agar lebih
mengenal Islam sejak dini.
Oleh karena itu penulis menyarankan sebaiknya anak kecil yang belum khitan
(atau anak perempuan dalam keadaan menanggung najis) tidak diajak ke masjid
atau musholla untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan tersebut. Sehingga
apabila tradisi mengajak anak kecil ini sulit dihindari sebaiknya anak kecil
tersebut tidak diajak masuk ke dalam masjid agar terhindar dari
kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar