mantiq-sullamul munauroq

makalah fiqih,tafsir, hadis dll

Minggu, 05 Juni 2011

perempuan dalam islam

Ditulis 0leh : Ahmad Faruq Ardianto


BAB II
KESETARAAN GENDER PADA MASA NABI

A.     Kesetaraan Gender Pada Masa Nabi
Kehidupan perempuan di masa Nabi perlahan-lahan sudah mengarah kepada keadilan jender. Akan tetapi setelah beliau wafat dan wilayah Islam semakin meluas, kondisi ideal yang mulai diterapkan Nabi kembali mengalami kemunduran. Dunia Islam mengalami enkulturasi dengan mengadopsi kultur-kultur androsentris (untuk tidak menyebut kultur misogyny). Wilayah Islam bertambah luas ke bekas wilayah jajahan Persia di Timur, bekas jajahan Romawi dengan pengaruh kebudayaan Yunaninya di Barat, dan ke Afrika, seperti Mesir dengan sisa-sisa kebudayaan Mesir Kunonya di bagian Selatan.
Di dalam memposisikan keberadaan perempuan, kita tidak bisa sepenuhnya merujuk kepada pengalaman di masa Nabi. Meskipun Nabi telah berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan gender equality, tetapi kultur masyarakat belum kondusif untuk mewujudkan hal itu. Seperti diketahui bahwa wahyu baru saja selesai turun Nabi keburu wafat, maka wajar kalau Nabi tidak sempat menyaksikan blueprint ajaran itu sepenuhnya terwujud didalam masyarakat. Terlebih kedudukan perempuan yang berkembang dalam dunia Islam pasca Nabi tidak bisa dijadikan rujukan, karena bukannya semakin mendekati kondisi ideal tetapi malah semakin jauh.
Jika dilihat sejarah perkembangan karier kenabian Muhammad, maka kebijakan rekayasa sosialnya semakin mengarah kepada prinsip-prinsip kesetaraan gender (gender equality/al-musawa al-jinsi). Perempuan dan anak-anak di bawah umur semula tidak bisa mendapatkan harta warisan atau hak-hak kebendaan, karena yang bersangkutan oleh hukum adat jahiliyah dianggap tidak cakap untuk mempertahankan qabilah, kemudian al-Qur'an secara bertahap memberikan hak-hak kebendaan kepada mereka (Q.S. An-Nisa'/4:12). Semula laki-laki bebas mengawini perempuan tanpa batas, kemudian dibatasi menjadi empat, itupun dengan syarat yang sangat ketat (Q.S. An-Nisa'/4:3). Semula perempuan tidak boleh menjadi saksi kemudian diberikan kesempatan untuk itu, meskipun dalam beberapa kasus masih dibatasi satu berbanding dua dengan laki-laki (Q.S. Al-Baqarah/2:228 dan Q.S. An-Nisa'/4:34).
Kedudukan perempuan pada masa Nabi sering dilukiskan dalam syair sebagai dunia mimpi (the dream of woman). Kaum perempuan dalam semua kelas sama-sama mempunyai hak dalam mengembangkan profesinya. Seperti dalam karier politik, ekonomi, dan pendidikan, suatu kejadian yang sangat langka sebelum Islam.
Tidak ditemukan ayat atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif dalam dunia politik. Sebaliknya Al-Qur'an dan hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi.
Dalam beberapa riwayat disebutkan betapa kaum perempuan dipermulaan Islam memegang peranan penting dalam kegiatan politik. Q.S. Al-Mumtahanah/60:12 melegalisir kegiatan politik kaum wanita:
"Wahai Nabi, jika datang kepadamu kaum wanita beriman untuk melakukan bai'at dari mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dari kaki mereka dari tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia (bay'at) mereka dari mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Istri-istri Nabi terutama 'A'isyah telah menjalankan peran politik penting. Selain 'A'isyah, juga banyak wanita lain yang terlibat dalam urusan politik, mereka banyak terlibat dalam medan perang, dari tidak sedikit di antara mereka gugur di medan perang, seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyyah, Laylah al-Ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah.
Dalam bidang ekonomi wanita bebas memilih pekerjaan yang halal, baik di dalam atau di luar rumah, mandiri atau kolektif, di lembaga pemerintah atau swasta, selama pekerjaan itu dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, dari tetap menghormati ajaran agamanya. Hal ini dibuktikan oleh sejumlah nama penting seperti Khadijah binti Khuwaylid (istri Nabi) yang dikenal sebagai komisaris perusahaan, Zaynab binti Jahsy, profesinya sebagai penyamak kulit binatang, Ummu Salim binti Malhan yang berprofesi sebagai tukang rias pengantin, istri Abdullah ibn Mas'ud dan Qilat Ummi Bani Anmar dikenal sebagai wiraswastawan yang sukses, al-Syifa' yang berprofesi sebagai sekretaris dan pernah ditugasi oleh Khalifah 'Umar sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah. Begitu aktif kaum wanita pada masa Nabi, maka 'A'isyah pernah mengemukakan suatu riwayat "Alat pemintal di tangan wanita lebih baik dari pada tombak di tangan kaum laki-laki." Dalam riwayat lain Nabi pernah mengatakan "Sebaik-baik permainan seorang wanita muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/menenun.". Jabatan kontroversi bagi kaum wanita adalah menjadi Kepala Negara. Sebagian ulama masih menganggap jabatan ini tidak layak bagi seorang wanita, namun perkembangan masyarakat dari zaman ke zaman pendukung pendapat ini mulai berkurang.
Dalam bidang pendidikan tidak perlu diragukan lagi bahwa Al-Qur'an dan Hadits banyak memberikan pujian kepada perempuan yang mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan. Al-Qur'an menyinggung sejumlah tokoh perempuan yang berprestasi tinggi, seperti Ratu Balqis, Maryam, istri Fir'awn, dari sejumlah istri Nabi.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah didatangi kelompok kaum perempuan yang memohon kesediaan Nabi untuk menyisihkan waktunya guna mendapatkan ilmu pengetahuan.

B.     Agama dan Keadilan Gender
Ada fenomena yang menarik bahkn boleh dibilang mencengangkan begitu kita mengamati perkembangan pemikiran masyarakat Islam Indonesia termasuk pesantren yang selama ini dikenal kaum konservatif. Fenomena menarik itu adalah munculnya keberanian melancarkan analisis kritis yang cukup mendasar dan tajam terhadap sejumlah wacana keagamaan konservatif yang selama ini ada. Para pemikir baru yang cenderung kritis tampaknya mengendap rasa resah dan kecewa yang mendalam ketika melihat stagnasi yang panjang dalan peradaban kaum muslimin. Stagnasi dan konservatisme, telah memarginalkan, mengalienasi dan bahkan menciptakan kaum muslimin dar dan dalam proses-proses kehidupan yang terus berkembang yaitu proser kehidupan modern dan global yang tak bisa lagi di bendung.
Satu dari sekian kritik wacana keagamaan paling marak diperbincangkan belakangan ini adalah soal posisi kaum perempuan, karena dalam kurun waktu yang sangat panjang posisi perempuan masih tetap tidak berubah. Mayoritas masyarakat masih memandang kaum perempuan sebagai makhluq tuhan kelas dua di hadapan laki-laki. Kebudayaan serba laki-laki  (patriarkhi) masih berlangsung secara massif. Akibatnya mereka bukan saja tersubordinasi, tetapi juga terpinggirkan dalam proses kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik.
Tindak kekerasan terhadap perempuan juga berlangsung bukan hanya dalam ruang-ruang paling privasi atau rumah tangga melainkan juga ruang-ruang publik. Akan tetapi disadari pula bahwa ada realitas lain yang juga tidak mingkin dinafikan oleh siapapun, bahwa kaum perempuan semakin banyak yang tampil kepermukaan dan mengambil posisi kaum laki-laki dalam wilayah-wilayah diatas. Kaum perempuan memegang posisi lebih tinggi dari kaum laki-laki. Sayangnya oleh kaum konservatif, realitas ini tetap saja dianggap tidak sah atas nama agama[1].

C.     Kedudukan dan Peran Perempuan Dalam Islam
1.      Kedudukan Perempuan Dalam Islam
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang perlu digaris bawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kaum feminis mengatakan bahwa menjadi perempuan dalam Islam amatlah susah dan terkekang sehingga mereka tidak pernah lelah untuk berpromosi “memerdekakan kaum perempuan Islam”.
Pernahkah kita lihat hal sebaliknya atau kenyataannya?
1.          Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan di tempat yg teraman dan terbaik. Sudah pasti, intan permata tidak akan dibiarkan terserak bukan? Itulah perumpamaan aurat seorang perempuan.
2.          Perempuan perlu taat kepada suaminya, tetapi laki-laki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari bapaknya. Bukankah ibu adalah seorang perempuan?
3.          Perempuan menerima pusaka kurang dari laki-laki, tetapi harta itu menjadi milik pribadi dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara itu manakala lelaki menerima pusaka, maka ia harus menggunakannya untuk isteri dan anak-anaknya.
4.          Perempuan perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, akan tetapi setiap saat dia akan selalu didoakan oleh semua makhluk Allah di muka bumi dan malaikat, dan jika ia mati karena melahirkan, maka matinya adalah syahid.
5.          Di akhirat kelak, laki-laki akan diminta pertanggungjawabannya terhadap 4 hal yaitu isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya.
6.          Sementara itu seorang perempuan, tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang laki-laki yaitu suaminya, ayahnya, anak laki-lakinya dan saudara laki-lakinya.
7.          Seorang perempuan boleh memasuki pintu surga melalui mana-mana pintu surga yg disukainya cukup dengan 4 syarat saja yaitu sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat pada suami, dan menjaga kehormatannya.
8.          Seorang laki-laki harus pergi berjihad fisabilillah, tetapi perempuan jika taat akan suaminya serta menunaikan tanggung jawabnya kepada Allah, akan turut menerima pahala seperti pahala orang yang pergi berperang fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.
Masya Allah, Demikian sayayangnya Allah kepada kaum perempuan.

2.      Peran Perempuan Dalam Islam
Seorang Ibu bertanya kepada Ustadz, apakah boleh ia untuk bekerja di luar rumah. Karena sebelum menikah dia sudah bekerja juga, dan kemudian hari setelah suami mempelajari agama, suaminya melarang untuk tidak bekerja. Ustadz pun memberikan masukan bahwa,  dalam Islam tidak ada larangan bagi laki-laki atau perempuan untuk bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah.
Dalam surat An-Nahl, ayat 97 disebutkan secara tegas bahwa untuk meciptakan kehidupan yang baik (Hayatan Thayyibah) dipersyaratkan peran aktif setiap orang beriman, lelaki dan perempuan (secara eksplisit disebutkan lelaki dan perempuan), tentu dengan melakukan aktifitas-aktifitas yang positif (amalan shalihan).
Dalam praktek kehidupan zaman Nabi Muhammad SAW, banyak riwayat menyebutkan, beberapa sahabat perempuan bekerja di dalam dan di luar rumah, baik untuk kepentingan sosial, maupun untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebutlah misalnya, Asma bint Abu Bakr, isteri sahabat Zubair bin Awwam, bekerja bercocok tanam, yang terkadang melakukan perjalanan cukup jauh. Di dalam kitab hadits Shahih Muslim, disebutkan bahwa ketika Bibi Jabir bin Abdullah keluar rumah untuk bekerja memetik kurma, dia dihardik oleh seseorang untuk tidak keluar rumah. Kemudian dia melapor kepada Nabi Muhammad SAW, yang dengan tegas mengatakan kepadanya: "Petiklah kurma itu, selama untuk kebaikan dan kemaslahatan".
Di dalam literatur fikih (jurisprudensi Islam) juga secara umum tidak ditemukan larangan perempuan bekerja, selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Variasi pandangan ulama hanya muncul pada kasus seorang isteri yang bekerja tanpa restu dari suaminya. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah: apakah seorang isteri yang bekerja tanpa restu suami dianggap melanggar peraturan agama?
Kalau lebih jauh menelusuri lembaran-lembaran literatur fikih, dalam pandangan banyak ulama fikih, suami juga tidak berhak sama sekali untuk melarang isteri bekerja mencari nafkah, apabila nyata-nyata dia tidak bisa bekerja mencari nafkah, baik karena sakit, miskin atau karena yang lain[2].

D. Pemberdayaan Perempuan di Indonesia
Kesetaraan gender masih merupakan persoalan di Indonesia. Setelah merdeka selama 65 tahun, posisi perempuan Indonesia masih marginal dibandingkan dengan negara lain. Wajah dunia masih didominasi aktivitas laki-laki. Media massa, misalnya, lebih sering menggambarkan dunia dari sudut pandang, pengalaman dan sensitivitas laki-laki. Sayangnya, banyak yang beranggapan bahwa apa yang direpresentasikan media massa merupakan kenyataan dan kebenaran. Bagaimana mungkin keadilan dapat tercapai jika suara dan pendapat perempuan yang merupakan setengah dari populasi dunia terabaikan?
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, banyak faktor yang menyebabkan perempuan sering menghadapi kesulitan tambahan untuk mencapai jabatan politik. Indonesia kadangkala dianggap lebih maju dalam kesetaraan gender hanya karena pernah memiliki seorang presiden perempuan. Sesungguhnya, yang paling penting adalah meningkatkan kesempatan pendidikan bagi perempuan, dan lebih jauh lagi mendorong keterlibatan perempuan untuk duduk di posisi-posisi penentu kebijakan. Misalnya, menjadi anggota legislatif di parlemen maupun terjun dalam bidang politik dan menduduki jabatan-jabatan strategis seperti menteri, gubernur, atau bupati.
Oleh karena itu, kesetaraan gender di Indonesia masih menjadi masalah, maka keberadaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan masih perlu dipertahankan. Sebetulnya, posisi kementerian ini cukup strategis sebagai pembuat kebijakan yang mengarusutamakan gender. Keberadaan kementerian ini juga didukung sepenuhnya oleh program Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang menitikberatkan pada pembangunan manusia.
Pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijakan untuk meningkatkan akses perempuan mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas. Salah satu program nyata adalah penerapan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Program ini menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara dan peningkatan keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk kesetaraan gender. Kebijakan ini untuk meningkatkan kualitas hidup dan memberikan perlindungan perempuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, hukum, ketenagakerjaan, sosial, politik, lingkungan hidup, dan ekonomi.






B A B  III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
  1. Keadilan dan kesetaraan gender sudah diakui sejak zaman nabi Muhammad SAW.
  2. Perempuan telah membuktikan diri bahwa mereka sudah mampu memberikan kontribusi baik dalam pendidikan, ekonomi, politik dan sosial.
  3. Islam memperbolehkan perempuan untuk beraktifitas diluar rumah selama untuk kebaikan dan kemaslahatan dengan syarat mampu menjaga keselamatan dan keamanannya.
  4. Pemberdayaan Perempuan di Indonesia terkesan kurang memiliki ruang gerak sehingga pada kenyataannya masih banyak didominasi oleh kaum laki-laki.
 
B. Saran dan kritik
  1. Perempuan perlu lebih meningkatkansdm nya agar keberadaannya lebih diakui dalam masyarakat
  2. Cara pandang terhadapperempuan agar lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat positif. Kerena pada kenyataannya perempuan memiliki peranan penting sebagaimana yang dijelaskan dalan Al-Qur’an.





[1] KH. Husain Muhammad , Islam Agama Ramah Perempuan, hal 79
[2] Lihat fatwa ibn hajar, juz IV, h. 205 dan al-mughni li ibn qudamah, juz VII, h. 573


Tidak ada komentar:

Posting Komentar