BAHAYANYA BERDAKWAH DENGAN MODAL SATU AYAT
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto
Banyak ustadz dan da’i kagetan yang mendadak menjadi ahli fatwa yang
menghukumi halal-haram, bid’ah atau sunnah, dan mana yang sesat atau selamat.
Mereka merasa cukup paham satu ayat dan sudah bisa ber-istinbath mengeluarkan
fatwa.
Salah satu alasan mereka adalah Hadis Nabi SAW:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat.( Shahih Bukhari : Hadis nomor 3202)
Bahkan, pada
acara pembekalan untuk calon-calon penyuluh dalam acara
“Bimbingan
Penyuluh Agama Islam “Konten Dakwah Via Media Sosial “ banyak para nara sumber yang mengutip hadis tersebut sebagai landasan
dakwah dan ke-penyuluh-an, tanpa memperhatihan beberapa potensi negatif yang
timbul apabila hadis tersebut hanya dipahami secara tekstual dan
sepotong-sepotong. Memang benar Hadis tersebut bicara soal penyampaian
informasi. Tapi betapa bahayanya kalau informasi yang disampaikan berasal dari
ayat al qur’an atau hadis maupun perkataan ulama yang di kutip
sepotong-sepotong. Terlebih dengan merebaknya dunia medsos, banyak pengguna
medsos yang mengutip ayat al qur’an atau
hadis maupun perkataan ulama hanya sepotong-potong.
Fenomena banyaknya orang yang menyampaikan sesuatu
tidak secara utuh atau lengkap, dengan argumen mengikuti hadis tersebut
merupakan “kecelakaan”. Jika ditelaah lebih lanjut mengenai hadis tersebut
dalam kitab Sahih al-Bukhari, hadis tersebut masih terdapat
lanjutannya. Selain itu, hadis tersebut dalam kitabnya Imam
al-Bukhari tidak dimasukkan dalam bab dakwah, akan tetapi malah dalam bab
mengenai sesuatu yang diucapkan dari Bani Israel. Jadi, salah besar apabila
hadis tersebut dijadikan dalil untuk berdakwah dengan modal ilmu yang minim. Bagaimana sebenarnya maksud Hadis Nabi tersebut? Hadis
tersebut terdapat dalam kitab shahih bukhari (hadis nomor 3202).
Biasanya dikutip tidak utuh, sehingga
dalam makalah ini kami sajikan secara utuh agar mudah dipahami dan tidak
mudah disalah pahami.
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ
أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي كَبْشَةَ
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا
حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ
النَّارِ
Telah bercerita kepada kami Abu ‘Ashim
adl-Dlahhak bin Makhlad telah mengabarkan kepada kami Al Awza’iy telah
bercerita kepada kami Hassan bin ‘Athiyyah dari Abi Kabsyah dari ‘Abdullah bin
‘Amru bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sampaikan dariku
sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il
dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka
bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”.
Respon kami dan Penjelasannya sebagai
berikut :
1.
Hadis tersebut bicara soal penyampaian informasi. Rasulullah menjelaskan bahwa
ayat yang baru beliau terima tidak selalu didepan semua sahabat. Adakalanya
saat menerima wahyu rasulullah hanya didampingi oleh 2-3 sahabat. Atau saat
memberikan penjelasan di masjid, ada sahabat yang tidak hadir. Ini sebabnya
dalam riwayat lain Nabi bersabda “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada
yang tidak hadir” (HR Bukhari-Muslim).
Inilah konteks Hadis “sampaikan dariku meski satu ayat”. Sahabat
diminta menyampaikan penjelasan rasulullah kepada para sahabat yang tidak hadir
atau tidak mendengar langsung dari rasulullah agar mereka juga tahu apa yang
telah dijelaskan oleh rasulullah. Jadi, meski seorang sahabat hanya mendengar
satu ayat, tapi kalau satu ayat tersebut belum diketahui oleh sahabat yang
lain, maka segera sampaikanlah (). Begitulah penjelasan Ibn Hajar dalam Fathul
Bari yang men-syarah-i Hadis di atas. (Lihat Fath al Baari - bab mengenai sesuatu yang diucapkan dari Bani Israel)
2.
Jika dipahami secara utuh, Hadis tersebut bukan saja mengabarkan informasi
dari rasulullah saja, tapi juga dari bani israil. Kalau konsisten mau berdalil
dengan Hadis ini maka jelas kita harus sampaikan juga informasi lainnya
termasuk dari bani israil. Hadis di atas sesungguhnya tengah mengajarkan
tentang pentingnya memberikan keseimbangan informasi. Hal tersebut menampakkan
betapa tingginya muatan moral dari masalah penyebaran informasi.
3.
Ada satu larangan dalam Hadis di atas, yaitu kita jangan bohong atas nama rasulullah
atau mengada-ngadakan cerita bahwa rasulullah bilang begini dan begitu padahal
itu tidak benar. Melakukan dusta atas nama rasulullah ini akan dijamin masuk
neraka seperti disebutkan dalam bagian akhir Hadis di atas.
Di Al quran itu ada waqaf yang haram, yaitu waqaf yang merusak makna.
Sehingga betapa bahayanya mengutip ayat Al quran secara sepotong-sepotong. Hal
tersebut bisa dipahami dari waqaf pada ayat Al quran. “Al quran, kalau waqafnya
salah, ya bahaya, misalnya begini, ada yang mengutip surat al-Baqarah ayat 26
dan membaca waqaf (berhenti membaca ayat) sembarangan di depan orang yang paham
bahasa Arab, ”Sesungguhnya Allah tidak malu (segan) untuk membuat
perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih dari itu”. Orang tersebut membaca
waqaf pada lafaz la yastahyi, tentu ayat tersebut memiliki arti yang
bahaya, yaitu “Allah SWT tidak mempunyai rasa malu”. (Disadur
dari dawuh Gus Baha’ - RAKYATKU.COM)
Belum lagi apabila ada ayat al qur’an yang apabila dipahami tekstualnya
saja seakan bertentangan dengan ayat yang lain. Tentunya hal tersebut butuh
penjelasan yang lebih mendalam dan lagi-lagi tidak bisa dipahami dengan modal
satu ayat tadi….hehehe. ya sudahlah…kapan-kapan kita lanjutkan lagi
penjelasannya.
Walhasil, dengan membaca teks
lengkap dan memahami konteks serta membaca syarh Hadis tersebut, maka
kita akan memperoleh pemahaman yang menyeluruh bahwa Hadis di atas bukan
bermakna boleh berdakwah apalagi mengeluarkan fatwa cuma dengan modal satu
ayat. Menyampaikan berita atau informasi itu tidak sama dengan menyampaikan
kandungan atau tafsir ayat al-Qur’an. Ibaratnya, Bagian Humas dengan Bagian
Litbang itu jelas berbeda. Yang satu cuma meneruskan info yang ada, dan yang
satu lagi mengkaji dan meneliti info tersebut. ( Disadur dari Prof. Dr.
Nadirsyah Hosen - https://nadirhosen.net/tsaqofah/syariah/134-berdakwah-dan-berfatwa-hanya-dengan-modal-satu-ayat)
Jelas Hadis tersebut kalau dibaca secara lengkap tidak bicara dalam konteks
berdakwah apalagi memutus perkara halal-haram, atau dipakai untuk
menyalah-nyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman. Hadis di atas sejatinya
bicara soal penyampaian, penyeimbangan dan akurasi informasi.
Belum lagi
nanti kalau menjelaskan tentang perbedaan atau perpindahan madzhab secara
sepotong-sepotong, tidak dalam satu qodhiyah……tambah ajur jum….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar