mantiq-sullamul munauroq

makalah fiqih,tafsir, hadis dll

Selasa, 28 Juli 2020


BAHAYANYA BERDAKWAH DENGAN MODAL SATU AYAT
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto

Banyak ustadz dan da’i kagetan yang mendadak menjadi ahli fatwa yang menghukumi halal-haram, bid’ah atau sunnah, dan mana yang sesat atau selamat. Mereka merasa cukup paham satu ayat dan sudah bisa ber-istinbath mengeluarkan fatwa.
Salah satu alasan mereka adalah Hadis Nabi SAW:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
dari ‘Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat.( Shahih Bukhari : Hadis nomor 3202)
Bahkan, pada acara pembekalan untuk calon-calon penyuluh  dalam acara  Bimbingan Penyuluh Agama Islam “Konten Dakwah Via Media Sosial “ banyak para nara sumber yang mengutip hadis tersebut sebagai landasan dakwah dan ke-penyuluh-an, tanpa memperhatihan beberapa potensi negatif yang timbul apabila hadis tersebut hanya dipahami secara tekstual dan sepotong-sepotong. Memang benar Hadis tersebut bicara soal penyampaian informasi. Tapi betapa bahayanya kalau informasi yang disampaikan berasal dari ayat al qur’an atau hadis maupun perkataan ulama yang di kutip sepotong-sepotong. Terlebih dengan merebaknya dunia medsos, banyak pengguna medsos yang  mengutip ayat al qur’an atau hadis maupun perkataan ulama hanya sepotong-potong.
Fenomena banyaknya orang yang menyampaikan sesuatu tidak secara utuh atau lengkap, dengan argumen mengikuti hadis tersebut merupakan “kecelakaan”. Jika ditelaah lebih lanjut mengenai hadis tersebut dalam kitab Sahih al-Bukhari, hadis tersebut masih terdapat lanjutannya.  Selain itu, hadis tersebut dalam kitabnya Imam al-Bukhari tidak dimasukkan dalam bab dakwah, akan tetapi malah dalam bab mengenai sesuatu yang diucapkan dari Bani Israel. Jadi, salah besar apabila hadis tersebut dijadikan dalil untuk berdakwah dengan modal ilmu yang minim. Bagaimana sebenarnya maksud Hadis Nabi tersebut? Hadis tersebut terdapat dalam kitab shahih bukhari (hadis nomor 3202).
Biasanya dikutip tidak utuh, sehingga  dalam makalah ini kami sajikan secara utuh agar mudah dipahami dan tidak mudah disalah pahami.
حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي كَبْشَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Telah bercerita kepada kami Abu ‘Ashim adl-Dlahhak bin Makhlad telah mengabarkan kepada kami Al Awza’iy telah bercerita kepada kami Hassan bin ‘Athiyyah dari Abi Kabsyah dari ‘Abdullah bin ‘Amru bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka”.
Respon kami dan Penjelasannya sebagai berikut :
1.      Hadis tersebut bicara soal penyampaian informasi. Rasulullah menjelaskan bahwa ayat yang baru beliau terima tidak selalu didepan semua sahabat. Adakalanya saat menerima wahyu rasulullah hanya  didampingi oleh 2-3 sahabat. Atau saat memberikan penjelasan di masjid, ada sahabat yang tidak hadir. Ini sebabnya dalam riwayat lain Nabi bersabda “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir” (HR Bukhari-Muslim).
Inilah konteks Hadis “sampaikan dariku meski satu ayat”. Sahabat diminta menyampaikan penjelasan rasulullah kepada para sahabat yang tidak hadir atau tidak mendengar langsung dari rasulullah agar mereka juga tahu apa yang telah dijelaskan oleh rasulullah. Jadi, meski seorang sahabat hanya mendengar satu ayat, tapi kalau satu ayat tersebut belum diketahui oleh sahabat yang lain, maka segera sampaikanlah (). Begitulah penjelasan Ibn Hajar dalam Fathul Bari yang men-syarah-i Hadis di atas. (Lihat Fath al Baari - bab mengenai sesuatu yang diucapkan dari Bani Israel)
2.      Jika dipahami secara utuh, Hadis tersebut bukan saja mengabarkan informasi dari rasulullah saja, tapi juga dari bani israil. Kalau konsisten mau berdalil dengan Hadis ini maka jelas kita harus sampaikan juga informasi lainnya termasuk dari bani israil. Hadis di atas sesungguhnya tengah mengajarkan tentang pentingnya memberikan keseimbangan informasi. Hal tersebut menampakkan betapa tingginya muatan moral dari masalah penyebaran informasi.
3.      Ada satu larangan dalam Hadis di atas, yaitu kita jangan bohong atas nama rasulullah atau mengada-ngadakan cerita bahwa rasulullah bilang begini dan begitu padahal itu tidak benar. Melakukan dusta atas nama rasulullah ini akan dijamin masuk neraka seperti disebutkan dalam bagian akhir Hadis di atas.
Di Al quran itu ada waqaf yang haram, yaitu waqaf yang merusak makna. Sehingga betapa bahayanya mengutip ayat Al quran secara sepotong-sepotong. Hal tersebut bisa dipahami dari waqaf pada ayat Al quran. “Al quran, kalau waqafnya salah, ya bahaya, misalnya begini, ada yang mengutip surat al-Baqarah ayat 26 dan membaca waqaf (berhenti membaca ayat) sembarangan di depan orang yang paham bahasa Arab, ”Sesungguhnya Allah tidak malu (segan) untuk membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih dari itu”. Orang tersebut membaca waqaf pada lafaz la yastahyi, tentu ayat tersebut memiliki arti yang bahaya, yaitu “Allah SWT tidak mempunyai rasa malu”. (Disadur dari dawuh Gus Baha’ - RAKYATKU.COM)
Belum lagi apabila ada ayat al qur’an yang apabila dipahami tekstualnya saja seakan bertentangan dengan ayat yang lain. Tentunya hal tersebut butuh penjelasan yang lebih mendalam dan lagi-lagi tidak bisa dipahami dengan modal satu ayat tadi….hehehe. ya sudahlah…kapan-kapan kita lanjutkan lagi penjelasannya.
Walhasil, dengan membaca teks lengkap dan memahami konteks serta membaca syarh Hadis tersebut, maka kita akan memperoleh pemahaman yang menyeluruh bahwa Hadis di atas bukan bermakna boleh berdakwah apalagi mengeluarkan fatwa cuma dengan modal satu ayat. Menyampaikan berita atau informasi itu tidak sama dengan menyampaikan kandungan atau tafsir ayat al-Qur’an. Ibaratnya, Bagian Humas dengan Bagian Litbang itu jelas berbeda. Yang satu cuma meneruskan info yang ada, dan yang satu lagi mengkaji dan meneliti info tersebut. ( Disadur dari Prof. Dr. Nadirsyah Hosen - https://nadirhosen.net/tsaqofah/syariah/134-berdakwah-dan-berfatwa-hanya-dengan-modal-satu-ayat)
Jelas Hadis tersebut kalau dibaca secara lengkap tidak bicara dalam konteks berdakwah apalagi memutus perkara halal-haram, atau dipakai untuk menyalah-nyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman. Hadis di atas sejatinya bicara soal penyampaian, penyeimbangan dan akurasi informasi.
Belum lagi nanti kalau menjelaskan tentang perbedaan atau perpindahan madzhab secara sepotong-sepotong, tidak dalam satu qodhiyah……tambah ajur jum….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar