Hukum Membaca Hizib
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto
Penyuluh Agama Islam Kec. Gondang Mojokerto
Mengamalkan do’a-do’a, hizib dan
memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba,
yang dilakukan dalam bentuk do’a kepada Allah SWT. Jadi sebenanya, membaca
hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk do’a kepada
Allah SWT. Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdo’a
kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
'Berdo’alah kamu, niscya Aku akan mengabulkannya untukmu.(QS
al-Mu'min: 60)
Ada beberapa dalil dari hadits
Nabi yang menjelaskan kebolehan ini.
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي،
قَالَ:" كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ
كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ
بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada
zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami
bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu.
Rasul menjawab, ''Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak
apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan."[1]
Dalam At-Thibb an-Nabawi,
al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa
Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Apabila salah satu di antara kamu bangun
tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat
Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek
yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku.
Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut." Abdullah
bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anak-anaknya yang baligh.
Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian
digantungkan di lehernya. [2]
Dengan demikian, hizib atau
azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual
mengindikasikan keharaman meggunakan azimat, misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ
وَالتَّوَالَةَ شِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata,
Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “'Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet,
adalah perbuatan syirik.” [3]
Mengomentari hadits ini, Ibnu
Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain
mengatakan:
"Keharaman yang terdapat
dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah apabila yang digantungkan itu
tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu
berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu
digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah
SWT, atau dzikir kepada-Nya."[4]
lnilah dasar kebolehan membuat
dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf
semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, ''Seorang
perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah
apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis dengan
tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan mu'awwidzatain (surat
al-Falaq dan an-Nas)." Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah
yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa
Muthammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila... dan
seterusnya.
Abu Dawud menceritakan,
"Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang
masih kecil." Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di
dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya)" [5]
Namun tidak semua do’a-do’a dan
azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.
1.
Harus menggunakan Kalam
Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW
2.
Menggunakan bahasa Arab
ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
3.
Tertanam keyakinan bahwa ruqyah
itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat
terwujud) hanya karena takdir Allah SWT. Sedangkan do’a dan azimat itu hanya
sebagai salah satu sebab saja." [6]
Abdullah bin Amr mengajarkan
kalimat ini kepada anak-anaknya yang sudah bisa mengerti pelajaran. Kepada
anak-anak balitanya yang belum bisa menangkap pelajaran, Abdullah menulis
kalimat (yang diajarkan Rasulullah SAW) itu, lalu menggantungkannya di tubuh
mereka. Imam At-Turmudzi mengatakan, hadits ini hasan,”[7]
[1] HR Muslim No.
4079
[2] At-Thibb
an-Nabawi, hal 167
[3] HR Ahmad No.
3385
[4] Lihat : Faidhul
Qadir, juz 6 hal 180-181
[5] Al-Adab
asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, juz II hal 307-310
[6] Al-Ilaj
bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83
[7] An-Nawawi, Al-Adzkar
Al-Muntakhabah min Kalami Sayyidil Abrar, (Mesir, Darul Hadits, tahun 2003
M/1424 H), hal. 102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar