mantiq-sullamul munauroq

makalah fiqih,tafsir, hadis dll

Selasa, 28 Juli 2020


MENGENAL TENTANG PENYAKIT ‘AIN
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto


Penyakit ‘ain, yaitu penyakit yang disebabkan oleh pandangan mata yang disertai sifat iri atau rasa kagum yang berlebihan terhadap yang dipandang, hal dapat terjadi dari orang yang dengki atau orang yang kagum, dari orang yang jahat atau orang yang baik.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
والعين نظر باستحسان مَشُوْبٌ بحسد من خبيث الطبع يحصل للمنظور منه ضرر
’Ain adalah pandangan suka disertai hasad yang berasal dari kejelekan tabiat, yang dapat menyebabkan orang yang dipandang itu tertimpa suatu bahaya.[1]
Ibnul Atsir rahimahullah berkata,
ﻳﻘﺎﻝ: ﺃﺻَﺎﺑَﺖ ﻓُﻼﻧﺎً ﻋﻴْﻦٌ ﺇِﺫَﺍ ﻧَﻈَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻋَﺪُوٌّ ﺃَﻭْﺣَﺴُﻮﺩٌ ﻓَﺄَﺛّﺮَﺕْ ﻓِﻴْﻪِ ﻓَﻤَﺮِﺽَ ﺑِﺴَﺒَﺒِﻬَﺎ
Dikatakan bahwa Fulan terkena ‘ Ain , yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya jatuh sakit.[2]
Penyakit ‘ain ini bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan bisa berasal dari rasa takjub walau tanpa adanya sifat iri.
وَأَنَّ الْعَيْنَ تَكُونُ مَعَ الْإِعْجَابِ وَلَوْ بِغَيْرِ حَسَدٍ وَلَوْ مِنَ الرَّجُلِ الْمُحِبِّ وَمِنَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ
Bahwa ‘ain dapat terjadi bersama rasa takjub walau tanpa adanya sifat iri, walau dari orang yang mencintai dan dari seorang yang shalih (tanpa disengaja).[3]
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
ﻭﻧﻔﺲ ﺍﻟﻌﺎﺋﻦ ﻻ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺗﺄﺛﻴﺮﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ ، ﺑﻞ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﻋﻤﻰ ﻓﻴﻮﺻﻒ ﻟﻪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻓﺘﺆﺛﺮ ﻧﻔﺴﻪ ﻓﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﻩ ، ﻭﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺎﺋﻨﻴﻦ ﻳﺆﺛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﺑﺎﻟﻮﺻﻒ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺭﺅﻳﺔ
”Jiwa orang yang menjadi penyebab ‘ain bisa saja menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, jiwanya bisa menimbulkan penyakit ‘ain, meskipun dia tidak melihatnya. Ada banyak penyebab ‘ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ‘ain, hanya dengan cerita saja tanpa melihat langsung”.[4]
Bahkan kebenaran tentang adanya penyakit ‘ain ini, Rasulullah SAW. bersabda :
الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَىْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا
’Ain itu benar adanya, andaikan ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir maka ‘ain akan mendahuluinya, dan apabila kalian diminta mandi (untuk mengobati orang yang kalian timpakan penyakit ‘ain) maka mandilah.[5]
An-Nawawi rahimahullah berkata,
فِي الْحَدِيثِ إِثْبَاتُ الْقَدَرِ وَصِحَّةُ أَمْرِ الْعَيْنِ وَأَنَّهَا قَوِيَّةُ الضَّرَر
Dalam hadits ini terdapat penetapan keimanan terhadap takdir Allah ta’ala dan benarnya perkara ‘ain dan bahwasannya ia sangat berbahaya.[6]
Hadits Ibnu Abbas r.a. di atas menjelaskan kepada kita salah satu cara untuk mengobati penyakit ‘ain adalah dengan meminta kepada orang yang memandang untuk mandi, kemudian bekas air mandinya disiramkan kepada orang yang dipandangnya.
Adapun tata caranya dijelaskan dalam hadits berikut :
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ ، قَالَ : مَرَّ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ بِسَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ ، وَهُوَ يَغْتَسِلُ فَقَالَ : لَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ ، وَلاَ جِلْدَ مُخَــبَّأَةٍ فَمَا لَبِثَ أَنْ لُبِطَ بِهِ ، فَأُتِيَ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ فَقِيلَ لَهُ : أَدْرِكْ سَهْلاً صَرِيعًا ، قَالَ مَنْ تَتَّهِمُونَ بِهِ قَالُوا عَامِرَ بْنَ رَبِيعَةَ ، قَالَ : عَلاَمَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ ، إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ مَا يُعْجِبُهُ ، فَلْيَدْعُ لَهُ بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ ، فَأَمَرَ عَامِرًا أَنْ يَتَوَضَّأَ ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، وَرُكْبَتَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَصُبَّ عَلَيْهِ
قَالَ سُفْيَانُ : قَالَ مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ : وَأَمَرَهُ أَنْ يَكْفَأَ الإِنَاءَ مِنْ خَلْفِهِ
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, ia berkata: Amir bin Rabi’ah melewati Sahl bin Hunaif ketika ia sedang mandi, lalu Amir berkata: Aku tidak melihat seperti hari ini; kulit yang lebih mirip (keindahannya) dengan kulit wanita yang dipingit, maka tidak berapa lama kemudian Sahl terjatuh, lalu beliau dibawa kepada Nabi SAW., seraya dikatakan: “Selamatkanlah Sahl yang sedang terbaring sakit.” Beliau bersabda: “Siapa yang kalian curigai telah menyebabkan ini?” Mereka berkata: “Amir bin Rabi’ah.” Beliau bersabda: “Kenapakah seorang dari kalian membunuh saudaranya? Seharusnya apabila seorang dari kalian melihat sesuatu pada diri saudaranya yang menakjubkan, hendaklah ia mendo’akan keberkahan untuknya.” Kemudian beliau meminta air, lalu menyuruh Amir untuk berwudhu, Amir mencuci wajahnya, kedua tangannya sampai ke siku, dua lututnya dan bagian dalam sarungnya. Dan Nabi SAW. memerintahkannya untuk menyiramkan (bekas airnya) kepada Sahl.” Berkata Sufyan, berkata Ma’mar dari Az-Zuhri: Beliau memerintahkannya untuk menyiramkan air dari arah belakangnya.[7]
Namun penyakit ‘ain tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah dan telah Allah takdirkan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata :
وَالْمَعْنَى أَنَّ الَّذِي يُصِيبُ مِنَ الضَّرَرِ بِالْعَادَةِ عِنْدَ نَظَرِ النَّاظِرِ إِنَّمَا هُوَ بِقَدَرِ اللهِ السَّابِقِ لَا بِشَيْءٍ يُحْدِثُهُ النَّاظِرُ فِي الْمَنْظُورِ
Maknanya bahwa orang yang tertimpa bahaya karena sesuatu yang telah Allah tetapkan ketika seseorang memandangnya, hakikatnya terjadi dengan takdir Allah yang telah ditetapkan sebelumnya, bukan sesuatu yang baru saja diciptakan oleh orang yang memandang terhadap yang dipandang.[8]
Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana cara  menghindar dari penyakit ‘ain, sedangkan hal tersebut sangat sulit dihindari? Apabila seseorang melihat sesuatu yang mengagumkan pada diri saudaranya, maka hendaklah ia mendo’akan keberkahan untuknya (seperti mengucapkan: “Baarokallaahu fiik”, Semoga Allah memberkahimu), inilah cara untuk mencegah penyakit ‘ain.
Rasulullah SAW. bersabda,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ، أَوْ مِنْ نَفْسِهِ، أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ، فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Apabila seorang dari kalian melihat sesuatu dari saudaranya, atau melihat diri saudaranya, atau melihat hartanya yang menakjubkan, maka hendaklah ia mendo’akan keberkahan untuk saudaranya tersebut, karena sesungguhnya penyakit ‘ain benar-benar ada.[9]
Cara penyembuhan penyakit ‘ain adalah dengan di-ruqyah. Rasulullah SAW bersabda,
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ
Tidak ada ruqyah (yang lebih bermanfaat) kecuali untuk penyakit ‘ain atau penyakit yang diakibatkan sengatan binatang berbisa.[10]
Cara pengobatan penyakit ‘ain ini telah tetapkan syari’at dan sesuai dengan tabiat, harus diyakini kebenarannya walau pun banyak dokter tidak memahaminya, dan orang yang mengingkarinya tidak akan mendapatkan manfaat darinya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
هَذِهِ الْكَيْفِيَّةُ لَا يَنْتَفِعُ بِهَا مَنْ أَنْكَرَهَا وَلَا مَنْ سَخِرَ مِنْهَا وَلَا مَنْ شَكَّ فِيهَا أَوْ فَعَلَهَا مُجَرِّبًا غَيْرَ مُعْتَقِدٍ
Cara pengobatan ini tidak akan dapat mengambil manfaatnya orang yang mengingkarinya, orang yang memperolok-oloknya, orang yang meragukannya atau yang melakukannya sekedar coba-coba tanpa meyakini.[11]
Namun berlindung kepada Allah SWT. adalah pencegahan terbaik dari penyakit ‘ain, bahkan dari segala bahaya. Rasulullah SAW. memperlindungkan Al-Hasan dan Al-Husain r.a. kepada Allah SWT. dari penyakit ‘ain, sebagaimana hadis riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُعَوِّذُ الْـحَسَنَ وَالْـحُسَيْنَ وَيَقُولُ إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah memperlindungkan Al-Hasan dan Al-Husain (kepada Allah ta’ala) dan beliau berkata (kepada Al-Hasan dan Al-Husain), sesungguhnya bapak kalian berdua (yaitu nabi Ibrahim ‘alaihissalam) memperlindungkan Ismail dan Ishaq dengan membaca:
أَعُيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
Aku memperlindungkan kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang maha sempurna dari setan, binatang berbisa dan setiap mata yang dengki (makna yang lain: segala macam bahaya).[12]


[1] Lihat : Fathul Bari, 10/200
[2] An-Nihayah 3/332
[3] Lihat : Fathul Baari, 10/205
[4] Zadul Ma’ad 4/149
[5] HR. Muslim dari Ibnu Abbas
[6] Fathul Baari, 10/204
[7] HR. Ibnu Majah, Hadis Nomor 2828
[8] Fathul Baari, 10/203
[9] HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amir, Ash-Shahihah, no. 2572
[10] HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Buraidah bin Al-Hushaib
[11] Fathul Baari. 10/205
[12] HR. Al-Bukhari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar