MENGENAL
TENTANG PENYAKIT ‘AIN
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto
Penyakit ‘ain, yaitu penyakit yang disebabkan oleh
pandangan mata yang disertai sifat iri atau rasa kagum yang berlebihan terhadap
yang dipandang, hal dapat terjadi dari orang yang dengki atau orang yang kagum,
dari orang yang jahat atau orang yang baik.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
والعين نظر باستحسان مَشُوْبٌ
بحسد من خبيث الطبع يحصل للمنظور منه ضرر
’Ain
adalah pandangan suka disertai hasad yang berasal dari kejelekan tabiat, yang
dapat menyebabkan orang yang dipandang itu tertimpa suatu bahaya.[1]
Ibnul Atsir rahimahullah
berkata,
ﻳﻘﺎﻝ:
ﺃﺻَﺎﺑَﺖ ﻓُﻼﻧﺎً ﻋﻴْﻦٌ ﺇِﺫَﺍ ﻧَﻈَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻋَﺪُوٌّ ﺃَﻭْﺣَﺴُﻮﺩٌ ﻓَﺄَﺛّﺮَﺕْ ﻓِﻴْﻪِ
ﻓَﻤَﺮِﺽَ ﺑِﺴَﺒَﺒِﻬَﺎ
“Dikatakan
bahwa Fulan terkena ‘ Ain , yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki
memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya
jatuh sakit.[2]
Penyakit
‘ain ini bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan bisa berasal dari rasa
takjub walau tanpa adanya sifat iri.
وَأَنَّ الْعَيْنَ تَكُونُ مَعَ
الْإِعْجَابِ وَلَوْ بِغَيْرِ حَسَدٍ وَلَوْ مِنَ الرَّجُلِ الْمُحِبِّ وَمِنَ
الرَّجُلِ الصَّالِحِ
Bahwa
‘ain dapat terjadi bersama rasa takjub walau tanpa adanya sifat iri, walau dari
orang yang mencintai dan dari seorang yang shalih (tanpa disengaja).[3]
Ibnul Qayyim
rahimahullah menjelaskan,
ﻭﻧﻔﺲ
ﺍﻟﻌﺎﺋﻦ ﻻ ﻳﺘﻮﻗﻒ ﺗﺄﺛﻴﺮﻫﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ ، ﺑﻞ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺃﻋﻤﻰ ﻓﻴﻮﺻﻒ ﻟﻪ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﻓﺘﺆﺛﺮ ﻧﻔﺴﻪ
ﻓﻴﻪ ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺮﻩ ، ﻭﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺎﺋﻨﻴﻦ ﻳﺆﺛﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﻴﻦ ﺑﺎﻟﻮﺻﻒ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺭﺅﻳﺔ
”Jiwa orang yang menjadi penyebab ‘ain bisa saja
menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada
orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, jiwanya bisa
menimbulkan penyakit ‘ain, meskipun dia tidak melihatnya. Ada banyak penyebab
‘ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ‘ain, hanya dengan cerita saja tanpa
melihat langsung”.[4]
Bahkan
kebenaran tentang adanya penyakit ‘ain ini, Rasulullah SAW. bersabda :
الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ
شَىْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ
فَاغْسِلُوا
’Ain
itu benar adanya, andaikan ada sesuatu yang dapat mendahului taqdir maka ‘ain
akan mendahuluinya, dan apabila kalian diminta mandi (untuk mengobati orang
yang kalian timpakan penyakit ‘ain) maka mandilah.[5]
An-Nawawi rahimahullah berkata,
فِي الْحَدِيثِ إِثْبَاتُ
الْقَدَرِ وَصِحَّةُ أَمْرِ الْعَيْنِ وَأَنَّهَا قَوِيَّةُ الضَّرَر
Dalam
hadits ini terdapat penetapan keimanan terhadap takdir Allah ta’ala dan
benarnya perkara ‘ain dan bahwasannya ia sangat berbahaya.[6]
Hadits
Ibnu Abbas r.a. di atas menjelaskan kepada kita salah satu cara untuk mengobati
penyakit ‘ain adalah dengan meminta kepada orang yang memandang untuk mandi,
kemudian bekas air mandinya disiramkan kepada orang yang dipandangnya.
Adapun
tata caranya dijelaskan dalam hadits berikut :
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ
سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ ، قَالَ : مَرَّ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ بِسَهْلِ بْنِ
حُنَيْفٍ ، وَهُوَ يَغْتَسِلُ فَقَالَ : لَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ ، وَلاَ جِلْدَ
مُخَــبَّأَةٍ فَمَا لَبِثَ أَنْ لُبِطَ بِهِ ، فَأُتِيَ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى
الله عَليْهِ وسَلَّمَ فَقِيلَ لَهُ : أَدْرِكْ سَهْلاً صَرِيعًا ، قَالَ مَنْ
تَتَّهِمُونَ بِهِ قَالُوا عَامِرَ بْنَ رَبِيعَةَ ، قَالَ : عَلاَمَ يَقْتُلُ
أَحَدُكُمْ أَخَاهُ ، إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ مَا يُعْجِبُهُ ،
فَلْيَدْعُ لَهُ بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ ، فَأَمَرَ عَامِرًا أَنْ
يَتَوَضَّأَ ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ،
وَرُكْبَتَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَصُبَّ عَلَيْهِ
قَالَ سُفْيَانُ : قَالَ مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ : وَأَمَرَهُ أَنْ يَكْفَأَ الإِنَاءَ مِنْ خَلْفِهِ
قَالَ سُفْيَانُ : قَالَ مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ : وَأَمَرَهُ أَنْ يَكْفَأَ الإِنَاءَ مِنْ خَلْفِهِ
Dari
Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, ia berkata: Amir bin Rabi’ah melewati Sahl bin
Hunaif ketika ia sedang mandi, lalu Amir berkata: Aku tidak melihat seperti
hari ini; kulit yang lebih mirip (keindahannya) dengan kulit wanita yang
dipingit, maka tidak berapa lama kemudian Sahl terjatuh, lalu beliau dibawa
kepada Nabi SAW., seraya dikatakan: “Selamatkanlah Sahl yang sedang terbaring
sakit.” Beliau bersabda: “Siapa yang kalian curigai telah menyebabkan ini?”
Mereka berkata: “Amir bin Rabi’ah.” Beliau bersabda: “Kenapakah seorang dari
kalian membunuh saudaranya? Seharusnya apabila seorang dari kalian melihat
sesuatu pada diri saudaranya yang menakjubkan, hendaklah ia mendo’akan
keberkahan untuknya.” Kemudian beliau meminta air, lalu menyuruh Amir untuk
berwudhu, Amir mencuci wajahnya, kedua tangannya sampai ke siku, dua lututnya
dan bagian dalam sarungnya. Dan Nabi SAW. memerintahkannya untuk menyiramkan
(bekas airnya) kepada Sahl.” Berkata Sufyan, berkata Ma’mar dari Az-Zuhri:
Beliau memerintahkannya untuk menyiramkan air dari arah belakangnya.[7]
Namun
penyakit ‘ain tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah dan telah Allah
takdirkan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata :
وَالْمَعْنَى أَنَّ الَّذِي
يُصِيبُ مِنَ الضَّرَرِ بِالْعَادَةِ عِنْدَ نَظَرِ النَّاظِرِ إِنَّمَا هُوَ
بِقَدَرِ اللهِ السَّابِقِ لَا بِشَيْءٍ يُحْدِثُهُ النَّاظِرُ فِي الْمَنْظُورِ
Maknanya
bahwa orang yang tertimpa bahaya karena sesuatu yang telah Allah tetapkan
ketika seseorang memandangnya, hakikatnya terjadi dengan takdir Allah yang
telah ditetapkan sebelumnya, bukan sesuatu yang baru saja diciptakan oleh orang
yang memandang terhadap yang dipandang.[8]
Yang
menjadi pertanyaan adalah, bagaimana cara
menghindar dari penyakit ‘ain, sedangkan hal tersebut sangat
sulit dihindari? Apabila seseorang melihat sesuatu yang mengagumkan pada diri
saudaranya, maka hendaklah ia mendo’akan keberkahan untuknya (seperti
mengucapkan: “Baarokallaahu
fiik”, Semoga Allah memberkahimu), inilah cara untuk mencegah penyakit
‘ain.
Rasulullah SAW. bersabda,
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ
أَخِيهِ، أَوْ مِنْ نَفْسِهِ، أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ، فَلْيُبَرِّكْهُ
فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Apabila
seorang dari kalian melihat sesuatu dari saudaranya, atau melihat diri
saudaranya, atau melihat hartanya yang menakjubkan, maka hendaklah ia mendo’akan
keberkahan untuk saudaranya tersebut, karena sesungguhnya penyakit ‘ain
benar-benar ada.[9]
Cara
penyembuhan penyakit ‘ain adalah dengan di-ruqyah. Rasulullah SAW
bersabda,
لاَ
رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ
Tidak
ada ruqyah (yang lebih bermanfaat) kecuali untuk penyakit ‘ain atau penyakit
yang diakibatkan sengatan binatang berbisa.[10]
Cara
pengobatan penyakit ‘ain ini telah tetapkan syari’at dan sesuai dengan
tabiat, harus diyakini kebenarannya walau pun banyak dokter tidak memahaminya,
dan orang yang mengingkarinya tidak akan mendapatkan manfaat darinya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
هَذِهِ الْكَيْفِيَّةُ لَا يَنْتَفِعُ
بِهَا مَنْ أَنْكَرَهَا وَلَا مَنْ سَخِرَ مِنْهَا وَلَا مَنْ شَكَّ فِيهَا أَوْ
فَعَلَهَا مُجَرِّبًا غَيْرَ مُعْتَقِدٍ
Cara pengobatan ini tidak akan dapat mengambil manfaatnya
orang yang mengingkarinya, orang yang memperolok-oloknya, orang yang
meragukannya atau yang melakukannya sekedar coba-coba tanpa meyakini.[11]
Namun berlindung
kepada Allah SWT. adalah pencegahan terbaik dari penyakit ‘ain, bahkan dari
segala bahaya. Rasulullah SAW. memperlindungkan Al-Hasan dan Al-Husain r.a.
kepada Allah SWT. dari penyakit ‘ain, sebagaimana hadis riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma,
beliau berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُعَوِّذُ الْـحَسَنَ
وَالْـحُسَيْنَ وَيَقُولُ إِنَّ أَبَاكُمَا كَانَ يُعَوِّذُ بِهَا إِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ
وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam pernah memperlindungkan Al-Hasan dan Al-Husain
(kepada Allah ta’ala) dan beliau berkata (kepada Al-Hasan dan Al-Husain),
sesungguhnya bapak kalian berdua (yaitu nabi Ibrahim ‘alaihissalam)
memperlindungkan Ismail dan Ishaq dengan membaca:
أَعُيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ
التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
Aku
memperlindungkan kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang maha sempurna
dari setan, binatang berbisa dan setiap mata yang dengki (makna yang lain:
segala macam bahaya).[12]
[1] Lihat : Fathul
Bari, 10/200
[2]
An-Nihayah 3/332
[3] Lihat : Fathul
Baari, 10/205
[4]
Zadul Ma’ad 4/149
[5] HR. Muslim
dari Ibnu Abbas
[6] Fathul Baari,
10/204
[7] HR. Ibnu Majah,
Hadis Nomor 2828
[8] Fathul
Baari, 10/203
[9] HR. Ahmad dari
Abdullah bin ‘Amir, Ash-Shahihah, no. 2572
[10] HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Buraidah bin Al-Hushaib
[11] Fathul Baari.
10/205
[12] HR. Al-Bukhari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar