mantiq-sullamul munauroq

makalah fiqih,tafsir, hadis dll

Selasa, 28 Juli 2020


Sejarah Singkat Ruqyah (ilmu suwuk) Dalam Islam
Oleh : Ahmad Faruq Ardianto

Sebelum kedatangan Islam, ruqyah telah dikenal di kalangan masyarakat Arab. Ruqyah merupakan warisan bangsa Arab dalam rangka mendapatkan berkah dan permohonan kepada Allah SWT. Sebenarnya Ruqyah berasal dari agama-agama samawi, kemudian diselewengkan oleh orang-orang sesat sehingga dimasukkan ke dalam sihir dan pengobatan.
Mereka mencampur adukkan Ruqyah dengan ucapan-ucapan lain yang bisa jadi mereka sendiri tidak memahami artinya. Dalam praktiknya, ruqyah juga ditambah dengan suatu benda seperti bebatuan, potongan-potongan tulang, bahkan dengan kotoran atau rambut hewan. Akhirnya bercampur aduklah pemahaman antara ruqyah dengan sihir di kalangan masyarakat jahiliah.
Setelah Islam datang, ruqyah digunakan untuk terapi dengan menggunakan ayat-ayat al Qur’an atau bacaan-bacaan do’a yang matsur melalui sarana do’a.[1] Oleh karena itu setelah Islam datang, para sahabat saling bertanya tentang ruqyah atau mantra-mantra yang pernah dipraktikkan pada masa jahiliah. ‘Auf bin Malik al-Asjai menceritakan bahwa :
كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَالَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dahulu kami meruqyah di masa jahiliyyah. Lalu kami bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?” Beliau menjawab: “Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak mengapa selama tidak mengandung syirik.” [2]
Banyak para sahabat Nabi SAW yang mempunyai keahlian melakukan ruqyah. Tetapi mereka mengalami kebimbangan ketika Nabi SAW. melarang ruqyah. Salah satu di antara mereka adalah keluarga Amr bin Hazm. Suatu ketika mereka menemui Rasulullah SAW. untuk menanyakan perihal larangan ruqyah. Mereka lalu memperlihatkan kepada Nabi SAW bagaimana cara melakukan ruqyah dari sengatan kalajengking atau gigitan ular berbisa.
Setelah memperhatikan cara-cara mereka melakukan ruqyah, Nabi SAW kemudian mengatakan “saya kira tidak ada masalah dengan ruqyah yang kalian lakukan. Barang siapa di antara kalian yang bisa menolong saudaranya, maka lakukanlah.”[3]
نَهَى رَسُولُ اللهِ عَنِ الرُّقَى فَجَاءَ آلُ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ إِلَى رَسُولِ اللهِ فَقَالُوا:  يَا رَسُولَ اللهِ. إِنَّهُ كَانَتْ عِنْدَنَا رُقْيَةٌ نَرْقِي بِهَا مِنَ الْعَقْرَبِ وَإِنَّكَ نَهَيْتَ عَنِ الرُّقَى. قَالَ: فَعَرَضُوهَا عَلَيْهِ فَقَالَ مَا أَرَى بَأْسًا، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ.

Memang istilah ruqyah pada zaman jahiliah diartikan sebagai mantra atau jampi-jampi, yakni kalimat yang berpotensi mendatangkan daya ghaib atau susunan kata yang berunsur puisi dan dianggap mengundang kekuatan ghaib. Mantra atau jampi-jampi dibaca untuk meminta bantuan kekuatan yang melebihi kekuatan natural, guna meraih manfaat atau menolak bahaya.
Dalam pengertian tersebut, ruqyah dianggap bisa menyembuhkan karena kekuatan ruqyah itu sendiri atau bantuan dari jin dan sebagainya.[4] Sehingga Nabi SAW melarang ruqyah.
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
Dari Abdullah bin Masud ra, ia berkata bahwasanya ia telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya segala ruqyah, tamimah,[5] dan tiwalah[6] adalah syirik.” [7]
Hadis tersebut menjelaskan bahwa nabi SAW. pernah melarang ruqyah, tetapi tidak berlaku pada semua jenis ruqyah. Ruqyah yang dilarang Nabi SAW. hanyalah ruqyah yang di dalamnya terdapat unsur syirik seperti yang pernah dilakukan orang-orang pada masa jahiliah. Sehingga selama ruqyah tidak dimasuki unsur syirik maka dibolehkan.[8]
Suatu ketika, Rasulullah SAW sedang melaksanakan shalat malam, tiba-tiba tangannya tersengat kalajengking. Setelah itu beliau mengambil air yang dicampurkan dengan garam kemudian dituangkan ke tangan yang terkena sengatan tadi sambil dibacakan al Quran surat al-Kafirun, al-Falaq, dan an-Nas. Peristiwa ini dijelaskan dalam sebuah Hadis Nabi SAW:
لَدَغَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقْرَبٌ وَهُوَ يُصَلِّي، فَلَمَّا فَرَغَ، قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْعَقْرَبَ لا تَدَعُ مُصَلِّيًا وَلا غَيْرَهُ، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ وَمِلْحٍ، وَجَعَلَ يَمْسَحُ عَلَيْهَا وَيَقْرَأُ بِقُلْ يَأَيُّهَا الْكَافِرُونَ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، وَ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ
Ketika Rasulullah sedang shalat, beliau disengat kalajengking. Setelah selesai shalat, beliau bersabda, “Semoga Allah SWT. melaknat kalajengking yang tidak membiarkan orang yang sedang shalat atau yang lainnya,” lalu beliau mengambil sewadah air dan garam. Kemudian beliau usap bagian anggota badan yang disengat kalajengking, seraya membaca surat al-kafirun, al- Falaq, dan an-Nas.”[9]
Berdasarkan hadis di atas dapat diketahui Bahwa Nabi SAW pernah melakukan ruqyah dengan ayat-ayat al Qur’an  yang dikombinasikan dengan air dan garam, yaitu dengan mencampurkan air dan garam ke dalam sebuah wadah kemudian diusapkan ke bagian tangan yang tersengat kalajengking sambil membacakan al Qur’an, yakni surat al-kafirun, al-Falaq, dan an-Nas.[10]
Jadi, ruqyah telah ada sejak sebelum kedatangan Islam. tetapi ruqyah yang dikenal saat itu adalah sebagai mantra dan jampi-jampi yang kental dengan muatan syirik, karena dalam praktiknya permohonan penyembuhan bukan dengan menggunakan ayat-ayat al Quran dan do’a-do’a ma’tsurah serta bukan meyakini keberadaan Allah SWT. sebagai pemberi penyembuhan, melainkan kepada selainNya, yaitu jin, setan dan sebagainya.
Maka ketika Islam datang, intrik-intrik yang berbau kesyirikan dalam praktek ruqyah diganti dengan memasukkan dan menggunakan ayat-ayat al Qur’an sebagimana yang dipraktekkan oleh Nabi SAW ketika meruqyah dirinya, keluarga, dan kerabatnya.


[1] Achmad Zuhdi, Terapi Qur’ani; Tinjauan Historis, al-Quran-al-Hadis dan Sains Modern (Surabaya: Imtiyaz, 2015), hal. 29.
[2] H.R. Muslim Hadis Nomor 2200
[3] HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Baihaqi
[4] Achmad Zuhdi, Terapi Qurani; Tinjauan Historis, al-Quran-al-Hadis dan Sains Modern (Surabaya: Imtiyaz, 2015), hal. 29.
[5] Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak untuk menangkal dan menolak penyakit ‘ain
[6] Tiwalah adalah sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya
[7] Musnad al-Imam Ahmad bin Hambal, Hadis Nomor 3615
[8] Achmad Zuhdi, Op.Cit, hal. 30
[9] Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu al-Qasim al-Tabhrani¸al-Mujam al-Shagir, Hadis Nomor 830 (Bayrut: al-Maktab al-Islami, 1985), hal. 87. 
[10] Achmad Zuhdi, Op.Cit, hal. 36.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar