mantiq-sullamul munauroq

makalah fiqih,tafsir, hadis dll

Selasa, 28 Juli 2020


SABILILLAH DALAM BAB ZAKAT
Oleh : Ahmad faruq Ardianto


Dibeberapa daerah, sering dijumpai beberapa orang yang memberikan zakatnya untuk masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan sosial keagamaan dan lain-lain. Namun mayoritas ulama’ syafi’iyah menganggap bahwa praktik-praktik sebagaimana dalam kasus tersebut tidak diperbolehkan, karena masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan sosial keagamaan dan lain-lainnya bukan termasuk mustahiq (golongan yang berhak menerima) zakat.
لايستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا، إذ لايجوز صرفها إلا لحر مسلم، ومثله مافى المزان الكبرى فى الجزء الثانى من باب قسم الصدقات، وعبارته : إتفق الأئمة الأربعة على أنه لايجوز أخراج الزكاة لبناء مسجد أوتكفين ميت.
Masjid tidak berhak secara mutlak mengambil bagian zakat, karena tidak boleh mentasarufkan zakat  kecuali pada orang yang merdeka yang muslim, begitu juga yang ada dalam kitab mizan kubro dalam bab pembagian shodaqoh. Bahwasannya para imam madzhab bersepakat bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat untuk pembangunan masjid atau perawatan jenazah. (Bughyatu al-Murtasyidin hal. 106)
Akan tetapi Imam Qoffal menukil dari sebagian ahli fiqih, menyatakan bahwa zakat boleh ditasarufkan pada sektor-sektor tersebut diatas (masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan sosial keagamaan dan lain-lainnya), atas nama “sabilillah”.
ونقل القفال من بعض الفقهاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير، من تكفين ميت وبناء الحصون وعمارة المساجد، لأن قوله تعالى "فى سبيل الله" فى الكل.
Imam Al-Qoffal menukil dari sebagian ahli fiqih, bahwa mereka menyatakan boleh mentasarufkan sodaqoh (zakat) kepada segala sektor kebaikan, seperti: mengkafani mayat, membangun pertahanan, membangun masjid. Karena kata-kata sabilillah itu mencakup umum (semuanya).( Tafsir munir  juz 1 hal. 344)
Menurut Imam Qoffal, bahwa dzohirnya lafadz “Fi Sabilillah” tidak mengharuskan hanya diberikan kepada orang-orang yang berperang. Dalam hal ini Imam Qoffal telah mencatat dari sebagian ahli fiqih bahwa mereka telah memperbolehkan harta zakat diberikan untuk semua bentuk kebajikan, seperti mengkafani mayit, membangun masjid, guru TPQ dan sebagainya.
Namun yang perlu diketahui bahwa Imam Qoffal adalah mujtahid madzhab yang dilahirkan pada tahun 327 H. Berarti beliau termasuk ulama’ mutaqoddimin. Sudah barang tentu  ulama’ yang telah dinukil pendapatnya adalam ulama’ mutaqoddimin. Sehingga pendapat yang telah dinukil Imam Qoffal mendahului Imam Nawawi dan Imam Rofi’i.
Dalam kitab Fawaidul Makkiyah dijelaskan bahwa kitab-kitab yang mendahului Imam Nawawi dan Imam Rofi’i tidak dianggap Mu’tamad, kecuali setelah sempurna diteliti. Sehingga timbul sangkaan yang kuat bahwa pendapat itu termasuk rojih fil madzhab. Sehingga pendapat-pendapat ulama’ mutaqoddimin baru dianggap Mu’tamad apabila tidak berlawanan dengan pendapatnya Imam Nawawi dan Imam Rofi’i atau salah satunya. Fawaidul makkiyah hal 42
قد أجمع المحققون على أن الكتب المتقدمة على الشيخين - يعني الرافعي والنووي - لا يعتد بشيء منها إلا بعد كمال البحث والتحرير، حتى يغلب على الظن أنه راجح مذهب الشافعي.
Padahal apa yang telah di-nuqil oleh Imam Qoffal bertentangan dengan pendapatnya Imam Nawawi dalam Minhajuth Tholibin dan juga berlawanan dengan pendapatnya ulama’-ulama’ yang lain.
Dengan demikian apa yang telah dicatat oleh Imam Qoffal dari ulama’ fiqih yang memberi tafsiran sabilillah dengan sabilil khoir sehingga memperbolehkan harta zakat diberikan untuk bangunan dan sebagainya itu tidak bisa dijadikan pedoman (tidak mu’tamad).
Dari keterangan diatas, sebagai orang yang bermadzhab syafi’i tentu akan lebih hati-hati (tidak sembarangan) dalam mengambil hukum, apalagi kalau untuk di ifta’-kan (DIFATWAKAN).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar