SABILILLAH DALAM
BAB ZAKAT
Oleh : Ahmad faruq Ardianto
Dibeberapa daerah, sering dijumpai beberapa orang yang memberikan zakatnya
untuk masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan sosial keagamaan dan
lain-lain. Namun mayoritas ulama’ syafi’iyah menganggap bahwa
praktik-praktik sebagaimana dalam kasus tersebut tidak
diperbolehkan, karena masjid, madrasah, panti asuhan, yayasan-yayasan
sosial keagamaan dan lain-lainnya bukan termasuk mustahiq (golongan yang
berhak menerima) zakat.
لايستحق المسجد شيئا من الزكاة مطلقا، إذ لايجوز صرفها إلا
لحر مسلم، ومثله مافى المزان الكبرى فى الجزء الثانى من باب قسم الصدقات،
وعبارته : إتفق الأئمة الأربعة على أنه لايجوز أخراج الزكاة لبناء مسجد أوتكفين ميت.
Masjid tidak berhak secara mutlak mengambil bagian zakat, karena tidak
boleh mentasarufkan zakat kecuali pada orang yang merdeka yang muslim,
begitu juga yang ada dalam kitab mizan kubro dalam bab pembagian shodaqoh.
Bahwasannya para imam madzhab bersepakat bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan
zakat untuk pembangunan masjid atau perawatan jenazah. (Bughyatu
al-Murtasyidin hal. 106)
Akan tetapi Imam Qoffal menukil dari sebagian ahli fiqih, menyatakan bahwa
zakat boleh ditasarufkan pada sektor-sektor tersebut diatas (masjid, madrasah,
panti asuhan, yayasan-yayasan sosial keagamaan dan lain-lainnya), atas nama “sabilillah”.
ونقل القفال من بعض
الفقهاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير، من تكفين ميت وبناء الحصون وعمارة المساجد، لأن قوله تعالى "فى سبيل الله" فى
الكل.
Imam Al-Qoffal menukil dari sebagian ahli fiqih, bahwa mereka menyatakan
boleh mentasarufkan sodaqoh (zakat) kepada segala sektor kebaikan, seperti:
mengkafani mayat, membangun pertahanan, membangun masjid. Karena kata-kata
sabilillah itu mencakup umum (semuanya).( Tafsir munir juz 1
hal. 344)
Menurut Imam Qoffal,
bahwa dzohirnya lafadz “Fi Sabilillah” tidak mengharuskan hanya
diberikan kepada orang-orang yang berperang. Dalam hal ini Imam Qoffal telah
mencatat dari sebagian ahli fiqih bahwa mereka telah memperbolehkan harta zakat
diberikan untuk semua bentuk kebajikan, seperti mengkafani mayit, membangun
masjid, guru TPQ dan sebagainya.
Namun yang perlu
diketahui bahwa Imam Qoffal adalah mujtahid madzhab yang
dilahirkan pada tahun 327 H. Berarti beliau termasuk ulama’ mutaqoddimin.
Sudah barang tentu ulama’ yang telah
dinukil pendapatnya adalam ulama’ mutaqoddimin. Sehingga pendapat yang
telah dinukil Imam Qoffal mendahului Imam Nawawi dan Imam Rofi’i.
Dalam kitab Fawaidul
Makkiyah dijelaskan bahwa kitab-kitab yang mendahului Imam Nawawi dan Imam
Rofi’i tidak dianggap Mu’tamad, kecuali setelah sempurna diteliti.
Sehingga timbul sangkaan yang kuat bahwa pendapat itu termasuk rojih fil
madzhab. Sehingga pendapat-pendapat ulama’ mutaqoddimin baru
dianggap Mu’tamad apabila tidak berlawanan dengan pendapatnya Imam
Nawawi dan Imam Rofi’i atau salah satunya. Fawaidul makkiyah hal 42
قد أجمع المحققون على أن
الكتب المتقدمة على الشيخين - يعني الرافعي والنووي - لا يعتد
بشيء منها إلا بعد كمال البحث والتحرير، حتى يغلب على الظن أنه راجح مذهب
الشافعي.
Padahal apa yang telah
di-nuqil oleh Imam Qoffal bertentangan dengan pendapatnya Imam
Nawawi dalam Minhajuth Tholibin dan juga berlawanan dengan pendapatnya
ulama’-ulama’ yang lain.
Dengan demikian apa
yang telah dicatat oleh Imam Qoffal dari ulama’ fiqih yang memberi
tafsiran sabilillah dengan sabilil khoir sehingga memperbolehkan
harta zakat diberikan untuk bangunan dan sebagainya itu tidak bisa dijadikan
pedoman (tidak mu’tamad).
Dari keterangan diatas,
sebagai orang yang bermadzhab syafi’i tentu akan lebih hati-hati (tidak
sembarangan) dalam mengambil hukum, apalagi kalau untuk di ifta’-kan (DIFATWAKAN).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar